Tarif Service Charge, Pajak Restoran
Dan Pajak Hiburan
Ketika
membaca sebuah menu, entah itu di sebuah restoran atau tempat hiburan, kalian
mungkin pernah melihat kalimat di belakang tanda asterisk seperti in “*taxes and service charges not included”
Seringkali ditulis dalam bahasa asing dan ukuran huruf yang
kecil, maksud kalimat tersebut tidak lain untuk menunjukan bahwa setiap harga
yang tercantum dalam menu belum termasuk biaya pelayanan dan pajak. Padahal
tidak semua pelanggan restoran mengerti bahasa inggris. Lebih-lebih, tidak
semua pelanggan tempat hiburan mengetahui berapa besar uang service dan pajak yang akan dibebankan kepadanya.
Besarnya Tarif Pajak Restoran dan Pajak Hiburan
Umumnya hanya pemerintahan daerah kabupaten/kota yang
memungut pajak hiburan dan pajak restoran, namun pajak hiburan dan pajak
restoran juga dapat dipungut oleh pemerintah daerah setingkat daerah provinsi
yang tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom.
UU
28/2009 sendiri tidak menetapkan besarnya tarif pajak restoran dan hiburan
suatu daerah, namun UU 28/2009 menentukan batas tarif pajak tertinggi yang
dapat dipungut daerah. Sehingga, masing-masing pemerintah daerah memiliki
keleluasaan menentukan besarnya tarif pajak restoran dan pajak hiburan,
sepanjang tidak melebihi batas tarif pajak tertinggi yang ditetapkan UU
28/2009.
Untuk tarif pajak restoran, Pasal 40 Ayat (1) UU 28/2009 menentukan
batas tertinggi 10 %. Sedangkan sesuai pengaturan Pasal 45 Ayat (1) UU 28/2009,
tarif pajak hiburan tertinggi ditentukan sebesar 35 %.
Karena
berdasar Pasal 45 Ayat (1) dan Pasal 40 Ayat (2) UU 28/2009 baik tarif pajak
hiburan maupun tarif pajak restoran harus ditetapkan Peraturan Daerah
(“PERDA”), maka kita dapat merujuk pada PERDA tiap-tiap daerah untuk mengetahui
besarnya tarif pajak tersebut. Sebagai contoh, khusus untuk DKI Jakarta,
besarnya tarif pajak restoran ditetapkan sebesar 10 % hal ini berdasarkan Pasal
7 PERDA DKI Jakarta No. 11 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran. Sedangkan untuk
besarnya tarif pajak hiburan, Pasal 7 PERDA DKI Jakarta No. 13 Tahun 2010
tentang Pajak Hiburan menentukan seperti berikut:
- Tarif pajak untuk pertunjukan film di bioskop ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen)
- Tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana sebesar 10 % (sepuluh persen)
- Tarif Pajak untuk kontes kecantikan sebesar 10 % (sepuluh persen)
- Tarif pajak untuk pameran sebesar 10 % (sepuluh persen)
- Tarif pajak untuk diskotik, karaoke, klub malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan Disc Jockey (DJ) dan sejenisnya sebesar 20 % (dua puluh persen)
- Tarif pajak untuk sirkus, acrobat, dan sulap sebesar 10 % (sepuluh persen)
- Tarif pajak untuk permainan bilyar, bowling dan seluncur es (ice skating) sebesar 10 % (sepuluh persen)
- Tarif pajak untuk permainan golf (green fee) sebesar 15 % (lima belas persen) dan untuk driving range sebesar 10 % (sepuluh persen)
- Tarif pajak untuk pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan sebesar 10 % (sepuluh persen)
- Tarif pajak untuk panti pijat, mandi uap dan spa sebesar 20 % (dua puluh persen)
- Tarif pajak untuk refleksi dan pusat kebugaran/fitness center sebesar 10 % (sepuluh persen)
- Tarif pajak untuk pertandingan olah raga sebesar 5 % (lima persen)
- Penyelenggaraan hiburan di tempat keramaian tempat wisata, taman rekreasi/rekreasi keluarga, pasar malam, kolam pemancingan, komidi putar, kereta pesiar dan sejenisnya sebesar 10 % (sepuluh persen)
Peruntukan Dan Besarnya Tarif Service Charge
Sebagaimana didefinisikan Pasal 1 Ayat (5) Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No. Per-02/Men/1999 Tahun 1999 Tentang Pembagian Uang Service Pada Usaha Hotel, Restoran Dan Usaha
Pariwisata Lainnya (“PERMEN 02/1999”), uang service adalah
tambahan dari tarif yang sudah ditetapkan sebelumnya dalam rangka jasa
pelayanan pada usaha hotel, restoran dan usaha pariwisata lainnya. Uang service merupakan milik dan menjadi bagian
pendapatan bagi pekerja yang tidak termasuk sebagai komponen upah (Pasal 2 Ayat
(1) PERMEN 02/1999).
Pasal 3 PERMEN 02/1999 mengatur pengumpulan dan pengelolaan
administrasi uang service sebelum dibagi (kepada
pekerja), yang dilakukan sepenuhnya oleh pengusaha. Setelah terkumpul, dilakukan
pembagian uangservice sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha
dan pekerja yang ditetapkan sebelumnya (Lihat Pasal 6 Ayat (1) PERMEN 02/1999).
Praktiknya, kesepakatan mengenai pembagian uang service dapat
dicantumkan pada Perjanjian Kerja Bersama Perusahaan.
Sekarang kita ketahui, pembagian uang service pada dasarnya diperuntukan sebagai salah
satu upaya untuk meningkatkan pendapatan bagi pekerja. Hal tersebut juga
ditegaskan Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan
Pengawasan Ketenagakerjaan Nomor Se-04/Bw/1999 Tahun 1999 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan PERMEN 02/1999 (“SE 04/1999”). Sedangkan mengenai besarnya service charge, poin pertama dari SE 04/1999
menyebutkan:
“uang service sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (5) ditetapkan
sebesar 10% dari tarif adalah mengacu pada Keputusan
Menteri Perekonomian No. 708 tahun 1956 Tentang Perusahaan yang Menyediakan
Tempat Penginapan Termasuk Makanan, dan Keputusan Menteri pariwisata, Pos dan
Telekomunikasi No. KM.95/ HK103/ MPPT-87 tahun 1987 Tentang Ketentuan Usaha dan
penggolongan Restoran.”
Jadi, berdasar SE 04/1999, pengusaha dapat mengenakan
maksimal 10 % service charge atas
layanannya. Namun, pada praktiknya besarnya pengenaan service charge berbeda-beda. Ada pengusaha restoran
dan tempat hiburan yang membebankan 5 % atau bahkan 10 % service charge, dan memang pengenaan service charge pada pelanggan bukanlah suatu
keharusan bagi pengusaha. Jadi, bisa saja pengusaha tidak mengenakan uang service sama sekali.
Cara Penghitungan
Perlu diketahui, service charge ialah
salah satu dasar pengenaan Pajak Daerah, baik itu pajak restoran maupun pajak
hiburan Atas Pelaporan Data Transaksi Usaha Wajib Pajak Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Hiburan Dan Pajak Parkir). Maka, bila suatu pelayanan
dikenakan service charge, pada tagihan
yang harus dibayar oleh pelanggan service charge akan
terlebih dahulu ditambahkan pada total tagihan, sebelum akhirnya dikenakan
pajak restoran ataupun pajak hiburan.
Berikut adalah beberapa contoh cara penghitungan
tagihan service charge dan pajak hiburan :
Invoice 1:
Room charge 75.000 x 2 hours : 150.000
-----------
Sub Total
: 150.000
20
% Tax
: 30.000
----------- +
Grand Total
: 180.000
-----------
Invoice 2:
Menu item a
: 78.000
Menu item b
: 29.000
------------- +
Sub Total Food and beverage
: 107.000
5 % Service Charge
: 5.350
------------- +
Total
: 112.350
20 % Tax
: 22.470
------------- +
Grand Total
: 134.820
-------------
Total Invoice
1 : 134.820
Total Invoice 2
: 180.000
------------- +
Grand Total (invoice 1 & 2)
: 314.820
Pada cara penghitungan tagihan di atas tampak pada kali
ini service charge hanya dikenakan pengusaha atas
pelayanan food and beverage-nya, namun tidak
untuk pelayanan ruang karaoke. Hal tersebut sah-sah saja, karena memang
pengusaha tidak diharuskan untuk mengenakan service charge untuk
segala jenis layanan yang ia sediakan. Hal itu bukanlah suatu keharusan.
Cara penghitungan service charge dan
pajak hiburan pada contoh yang pertama tadi dirasa sudah tepat, dalam artian
tidak menyalahi aturan, karena penghitungan service charge dilakukan
terlebih dahulu sehingga menjadi dasar pengenaan pajak. Namun, pada praktiknya
tidak terdapat keseragaman cara penghitunganservice charge dan
pajak restoran ataupun pajak hiburan. Masih saja ditemui cara penghitungan
suatu tempat hiburan karaoke seperti berikut:
Room Charge 70.000 x
2 hours : 140.000
Room/member discount
: 35.000
------------ (-)
Sub Total
: 105.000
20 % Tax
: 21.000
5 % Service Charge
: 5.250
------------- +
Grand Total
: 131.250
Terlihat bedanya tidak? Pada contoh penghitungan yang
terakhir ini, service charge justru
dikenakan atas layanan ruang karaoke. Selain itu, ada perbedaan mendasar dalam
cara penghitungan service charge-nya yang tidak
dihitung untuk dikenakan pajak hiburan. Bila menggunakan metode penghitungan
ini jumlah pajak hiburan yang nantinya akan diterima pemerintah daerah akan
lebih kecil bila dibandingkan dengan metode penghitungan yang digunakan pada
contoh yang pertama. Ini bisa jadi masalah bagi pengusaha bila sampai pihak
Dinas Pelayanan Pajak mengetahuinya.
Yah, dari sisi konsumen, setidaknya sekarang sudah kita
ketahui perkiraan besarnya service charge dan
pajak restoran maupun pajak hiburan yang akan dikenakan. Jadi jangan kaget bila
melihat total bill angkanya bisa mencapai
lebih dari 25 % dari harga-harga yang tercantum di menu. Atau, bila tidak
merasa yakin, sebelum memesan apa yang ada di menu sebaiknya tanyakan dahulu
kepada waitress apakah harga yang tercantum sudah
termasuk pajak dan service charge. Caveat emptor (buyer beware).
No comments:
Post a Comment