Kemana Perginya Uang Service
Charge?
Service charge atau biaya pelayanan adalah komponen yang mau tidak
mau melekat pada harga produk dan jasa perhotelan. Besaran service charge ini
adalah 10% dan biasanya sudah menjadi satu dalam harga.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No.
PER-02/MEN/1999 Tentang Pembagian Uang Service Pada Usaha Hotel, Restoran, dan
Usaha Pariwisata Lainnya, penggunaan uang service charge ini adalah sebagai
tambahan pendapatan karyawan hotel setelah dikurangi dana cadangan pengganti
barang hilang atau rusak dan pengembangan sumber daya manusia.
Berikut skema pembagian uang service:
Hotel Bintang 3 ke atas:
- 5%
untuk resiko kehilangan dan kerusakan
- 2%
untuk pendayagunaan peningkatan kualitas sumber daya manusia
- 93% dibagi habis untuk para pekerja
Hotel Bintang 2 ke bawah, restoran dan usaha pariwisata lainnya:
- 8%
untuk resiko kehilangan dan kerusakan
- 2%
untuk pendayagunaan peningkatan kualitas sumber daya manusia
- 90%
dibagi habis untuk para pekerja
Di luar PERMENAKER ini tidak atau belum ada lagi Undang Undang
atau Keputusan setingkat Undang Undang yang mengatur tentang uang service pada
industri pariwisata.
Bagaimana prakteknya?
Saya dan beberapa teman mungkin termasuk yang beruntung bekerja di
salah satu hotel bintang 3 ke atas yang taat pada PERMENAKER, DEPNAKER dan PERDA lainnya, dimana
hitungan pembagian uang service dilakukan secara transparan, dengan accounnting menggunakan metode cash basis yang mengakui pendapatan saat diterimanya pembayaran, Berbeda dengan sistem
accounting menggunakan metode accrual pengakuan
pendapatan bisa dilakukan meskipun belum ada pembayaran atas jasa yang telah
diberikan.
Beberapa Hotel malah ownernya membagikan sisa dana Loss & Breakage kepada seluruh karyawan karena dianggap karyawan telah menjaga assetnya dengan bailk sebagai bagian dari bonus tahunan. mantap ya..
Namun bagi beberapa kawan yang bekerja di hotel atau usaha
pariwisata lain, terutama untuk hotel bintang 2 kebawah, banyak cerita (yang
kebanyakan negatif) mengenai pembagian uang service. Mulai dari yang dibagikan
per 3 bulan sekali, tidak ransparannya sistem pembagian, hingga tidak
diberikannya uang service yang berujung pada tuntutan hukum.
Tidak adanya penjelasan tentang poin dibagi habis untuk pekerja
itu membuat rancu tafsir yang biasanya berujung ketidakpuasan, terutama
kalangan pekerja.
Ditambah lagi pada pasal 9 disebutkan bahwa separuh dari uang service dibagi rata dan
separuh lagi dibagi berdasarkan senioritas atau poin. Kata separuh
ini juga menjadi rancu saat coba diterjemahkan. Ada yang berpendapat ini sama
dengan setengah (50%) karena dalam bahasa keseharian seperti itu, tapi ada yang
bilang sebagian dengan alasan paruh=bagian, separuh=satu bagian (sebagian).
Apapun itu, faktanya dalam pembagiannya, tiap-tiap properti hotel
berbeda-beda penerapan sistemnya. Berikut yang saya ketahui tentang metode
pembagian uang service charge:
- Sistem Prorata.
Uang service dibagi rata ke samua pekerja tanpa membedakan posisi.
- Sistem Poin Piramida. Uang service semakin besar bagi pekerja yang bekerja
dilevel terendah, mengingat gaji mereka paling sedikit.
- Sistem Poin Piramida terbalik. Pembagian uang service dimana semakin tinggi
jabatan semakin besar uang servicenya. Dengan alasan penghargaan kepada
tanggung jawab pekerjaan yang semakin besar.
- Sistem Basic Service Charge. Setiap posisi diberikan semacam tunjangan tetap
berupa uang service yang jumlahnya tetap tiap bulannya yang diambil dari
uang service yang terkumpul. Setelah itu sisanya dibagi rata ke
setiap pekerja.
Mana yang terbaik? Tentu saja yang paling atas terutama bagi
sebagian besar pekerja, karena bukankah semua pekerjaan adalah pekerjaan tim?
Bukankah sudah ada THR dan bonus yang sudah dibagikan berdasarkan besaran gaji
atau posisi?
Tapi jika dilihat dari sisi manajemen, uang service charge adalah
salah satu peluang bagi perusahaan untuk menghemat labor cost terutama
dilevel supervisor ke atas. Uang service charge ini dalam pembukuan bukanlah
pendapatan dan bukan pula pengeluaran namun masuk sebagai komponen kewajiban (equity)
sama seperti pajak pembangunan daerah (PB1) sehingga tidak berpengaruh dalam
perhitungan laba rugi.
Berbeda dengan salary expenses yang sudah pasti
akan menambah beban pengeluaran, pembagian uang service charge yang cukup besar
di level supervisor ke atas bisa dianggap tunjangan jabatan yang tidak akan
menambah beban perusahaan dan tidak dianggap sebagai komponen tunjangan tetap
yang harus diperhitungkan dalam perhitungan THR.
Sedangkan mengenai penggunaan uang service yang 2% untuk
pengembangan karyawan bisa dibilang tidak ada perbedaan pendapat yang
fundmental karena pada dasarnya pekerja juga setuju dengan program-program
sosial yang dijalankan dengan dana ini.
Loss and Breakage. Nah ini juga sering menimbulkan polemik
tersendiri. Pekerja biasanya akan menuntut kejelasan dari penggunaan dana ini.
Sedangkan dari sisi pengusaha punya kecenderungan akan menggunakan cadangan
dana loss and breakage sebagai tambahan dana guna pembelian
aset baru.
Polemik biasanya dimulai dari penggolongan barang yang masuk
dalam kategori barang yang bisa digantikan dengan dana cadangan loss
and breakage. Pekerja, tentu saja ingin semakin sedikit barang yang
masuk kedalam kategori tersebut, berkebalikan dengan manajemen dan pengusaha
yang justru ingin semakin banyak item yang dimasukkan ke dalam komponen loss
and breakage guna mengurangi beban perusahaan dalam pembelian aset.
Konflik seperti ini masih terjadi sampai hari ini. Tentu saja
semua kembali kepada kebijakan manajemen yang ada dihotel tersebut. Bagi
penulis yang penting adalah adanya komunikasi dua arah yang membuat karyawan
bisa memahami kesulitan manajemen dalam mengatur perusahaan agar tetap berjalan
dengan baik dan tumbuh berkembang bersama-sama.
Semoga bermanfaat..
silakan ditambah kalau ada yang kurang..
No comments:
Post a Comment